Pantai Wane, Pesona Destinasi Wisata dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Cari Berita

Iklan 970x90px

Pantai Wane, Pesona Destinasi Wisata dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal

Minggu, 08 Juni 2025

 

Dosen Dr Ady Ardyansah S.sos.MM


Foto: Billy Pelopor NTB 

Penulis: Dr. Ady Ardyansah, S.Sos., MM

(Akademisi Universitas Mbojo, Pakar Kebijakan Publik, Menulis Disertasi Tentang Evaluasi Dan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Pariwisata)


Bima, Peloporntb.com - Tulisan ini sebagai sebuah konsep, gagasan dan pemikiran yang dapat menjadi tawaran kepada stakeholder yang membidangi pariwisata dan masyarakat pemerhati pariwisata, bagaimana seharusnya mengelola pariwisata di tengah keterbatasan yang ada. Dalam pengembangan pariwisata, pemerintah daerah manapun selalu dihadapkan dengan persoalan keterbatasan anggaran. Hal ini menjadi penghambat pariwisata dapat dikembangkan. Pola pengembangan pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat lokal dapat menjadi solusi alternatif yang dapat dilakukan. Pemberdayaan merupakan upaya agar masyarakat memiliki kemandirian dalam mengembangkan aspek kehidupan untuk keberlangsungan hidup yang lebih baik. Pariwisata merupakan salah satu bidang yang strategis bagi pembangunan daerah dalam pertumbuhan ekonomi lokal dan meningkatkan PAD, menciptkan lapangan kerja baru atau dapat mengurangi pengguran dari aktivitas usaha jasa pariwisata, yang berdampak kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. 


Ada banyak contoh daerah yang mengembangkan pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat. seperti kota Batu di jawa timur yang terkenal dengan Agrowisatanya di kembangkan juga dengan pola pemberdayaan, masyarakat dilibatkan dalam kegiatan wisata. Jika kita berbicara Pantai Wane, yang menjadi perhatian adalah pengelolaanya, kita harus mulai dari mana oleh siapa dan bagaimana. Hemat penulis dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata perlu melibatkan Perguruan Tinggi yang ada di daerah, baik sebagai formulator, fasilitator, konseptor, komunikator, sedangkan eksekutornya masyarakat. Bisa saja tenaga pendidik profesional/Dosen sebagai tenaga pendamping atau fasilitator untuk merumuskan perencanaan pariwisata, atau yang lebih formal disebut tenaga ahli/tim ahli. Dalam konteks kebijakan publik sebagai formulator bersama masyarakat dalam merumuskan perencanaan pariwisata yang lebih baik, profesional dan sistematis.


Kebijakan publik menjadi instrumen yang dapat diandalkan dalam merancang, mengelola segala bentuk kegiatan, termasuk kegiatan kepariwisataan. Dalam konsepnya secara umum dipahami, kebijakan publik memiliki tiga siklus tahapan, yaitu tahap formulasi, implementasi sampai pada evaluasi. Setiap tahap pada siklus tersebut memiliki sisi kelemahan dan kelebihan tersendiri. Namun setiap tahapan tersebut saling mengisi dan menguatkan untuk dapat melengkapi kesuksesan tujuan dari apa yang diharapkan oleh organisasi. Jika pariwisata dikelola sebagai tahapan dalam konteks kebijakan publik, khususnya pariwisata di pantai wane bukan tidak mungkin pantai wane akan berhasil berkembang dan bahkan maju. Secara umum efeknya  akan berdampak bagi pembangunan daerah, masyarakat diberdayakan, pembangun dilakukan dan PAD meningkat kesejahteraan dapat terwujud.


Pemerintah  melalui UU No. 10. Tahun 2009 tentang Kepariwisataan di sebutkan bahwa tujuan pariwisata adalah untuk kesejahteraan masyarakat, bahkan juga menyangkutpemberdayaan. UU tersebut membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan pariwisata sesuai dengan potensi yang ada. Dengan demikian, sebagai turunan dari UU tersebut perlu ada regulasi tingkat lokal berupa Perda (Peraturan daerah), Rencana Induk pariwisata daerah (RIPDA), disamping itu perlu melihat juga arah Rencana Induk Pariwisata Nasional. Sedangkan sampai pada unit wilayah administrasi terkecil yaitu desa, perlu memiliki perdes tentang pariwisata atau pengelolaan objek wisata yang lebih implementatif dan aplikatif. Pemerintah desa menjadi ujung tombak guna merespon harapan masyarakat dalam pengembangan pariwisata. Jika pariwisata dikelola dan dikembankan dengan pola kolaborasi dapat menjadi kekuatan ekonomi yang mendorong pertumbuhan dan pembangunan. Ada banyak kajian yang membahas pariwisata di kelola dan dikembangkan dengan pola dan strategi tertentu. Ada pola triple helix yaitu keterlibatan masyarakat, pemerintah dan perguruan tinggi,  phenta helix, atau multi helix dan model lainya. 


Salah satu destinasi wisata alam yang saat ini sedang viral di media sosial masyarakat Bima umumnya adalah Pantai Wane, merupakan salah satu Pantai yang ada di ujung selatan Kabupaten Bima – NTB tepat berada pada wilayah administrasi pemerintah desa Tolo Tangga dan berada di dusun Wane. Pantai yang memiliki pesona bak surgawi di ujung selatan Indonesia ini, sudah bukan rahasia lagi selalu membuat takjub pengunjungnya dengan deburan ombak yang menghantam karang dan pasir putihnya yang bersih terhampar jauh sejauh mata memandang. Jarak Pantai Wane dari pusat kota Bima sekitar 1,5 sampai 2 jam. Akses jalan cukup bagus untuk dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat, hampir seluruhnya sampai ke ujung Pantai sudah di aspal. Akses jalan yang cukup baik ini menjadi salah satu daya tarik masyarakat untuk berkunjung dan menikmati keindahan Pantai Wane. Pantai ini cukup lama dikenal, namun akhir – akhir ini sangat populer di masyarakat.


Media sosial (FB, Youtube, Instagram) menjadi sarana yang sangat efektif bahkan efisien bagi sosialisasi dan promosi pariwisata. Keberadaan masyarakat lokal sebagai pelopor penting adanya untuk mempromosikan bahwa berkunjung di lokasi wisata tersebut sangat aman. Salah satu warga masyarakat lokal di Pantai Wane yang gencar mempromosikan Pantai Wane di media sosial dikenal dengan akun FB yang bernama Ompu Jalo, adalah seorang pemuda yang cukup sadar bahwa pariwisata perlu di kembangkan salah satunya dengan memberikan kepastian rasa aman dan nyaman. Peran Ompu Jalo dalam mempromosikan Pantai Wane sangat masih di lakukan di media sosial. Kenyatan ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal sudah memiliki sikap positif dalam mendukung pariwisata yang ada. Tidak ada orang lain yang lebih tahu tentang desa dan budaya masyarakat setempat selain warga masyarakatnya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten Bima untuk memberikan apresiasi atau dukungan nyata dalam mendukung pengembangan pariwiata yang ada. 


Jika perlu Ompu Jalo di angkat menjadi pelopor pariwisata daerah. Kehadiran Ompu Jalo menjadi kekuatan dalam mendukung pariwisata di Pantai Wane, hemat penulis ompu jalan adalah pelopor pariwisata/ duta pariwisata yang sesungguhnya. Seharusnya pemerintah perlu memberikan apresiasi bagi ompu jalo atas dediaksinya dalam membangu wisata panatai Wane. Bisa jadi diangkat menjadi tenaga pariwisata atau apapun namanya di dinas pariwisata daerah. sehingga sosok Ompu Jalo akan hadir di wilayah lain, atau Ompu Jalo – Ompu Jalo lainya ada di setiap destinasi wisata di kabupaten Bima.


Pengelolaan dan pengembangan pariwisata perlu ada organisasi kecil maupun besar, sebagai aktor pelaku pengelolaanya. Tidak serta merta semuanya adalah pemerintah. Masyarakat lebih memiliki peran dan hak yang besar untuk mengelola pariwisata di tingkat lokal. Pemerintah berperan sebagai, fasilitator, mediator dan bahkan bisa jadi auditor untuk melihat bagaimana pariwisata dapat berkembang oleh masyarakat. Pariwisata menjual jasa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat lain/pengunjung untuk memberikan rasa tenang, nyaman dan aman sebagai bagian dari kebutuhan manusia. Perlu ada sekolompok masyarakat yang memiliki kepedulian dalam mengembangkan pariwisata. Umumnya kelompok tersebut disebut POKDARWIS (kelompok sadar wisata) atau nama lain yang memiliki tujuan untuk mengembangkan pariwisata. Jika Pokdarwis di akomodir oleh pemerintah daerah dan pemerintah desa, bisa jadi pokdarwis merupakan pengelola yang dibentuk dari masyarakat, oleh masyarakat untuk pariwisata.


Jika kita bagi bidang yang ada pada pengelolaan wisata Pantai Wane yang dapat disebut pokdarwis atau nama lain, bisa saja ada bagian parkir, keamanan, kebersihan. Keamanan bertugas untuk mengontrol keadaan keamanan dari bahaya pengunjung, bidang parkir, perlu ada karcis parkir sebagai pengontrol pemasukan dari retribusi parkir. Sedikitnya banyak yang mengeluhkan parkir karena keaadaan motor yang tidak tertata rapi, dan petugas parkir sebagai penanggungjawab tidak jelas. Seharusnya perlu ada kostum atau seragam pengelola. Sedangkan bidang kebersihan menjaga kebersihan lokasi wisata dengan menyiapkan tempat sampah dan sekaligus dapat menghimbau pengunjung untuk mengumpulkan sampah pada titik – titik tertentu dan pada saatnya akan diambil oleh petugas kebersihan. Keberadaan pokdarwis sebenarnya menjadi kekuatan dalam pengelolaanya. Pokdarwis perlu disiapkan baju seragam atau kostum kerja yang dapat membedakan pengunjung dengan pengelola. Jika Pantai Wane di kelola sebagaimana destinasi wisata yang profesional bukan tidak mungkin akan maju dan berkembang di tangan pokdarwis, yang akan memeberikan dampak positif bagi masyarakat setemapat secara ekonomi. 


Selain itu perlu diperhatikan adanya tegan pendamping dari kalangan akademisi yang dapat memberikan edukasi awal pada kelompok kecil yang di sebut pokdarwis, jika perlu pokdarwis di berikan pelatihan pengelolaan dan pengembangan pariwisata yang pada saatnya pokdarwis tersebut akan memberikan edukasi besar kepada masyarakat pengunjung dan seluruhnya. Keteribatan setiap unsur yang ada merupakan pola penegembagan yang disebut tripel helixs. Atau pentha helix, Pantai Wane dapat saja menjadi pilot projek dalam pengembangan pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat, dapat menjadi contoh pengembangan bagi destinasi lainya di kabupaten Bima.


Pariwisata memiliki multiplayer efek yang sangat baik bagi kehidupan masyarakat dan pembangunan daerah. Pemberdayaan masyarakat lokal dapat menjadi kekuatan ekonomi dalam pengelolaan pariwisata. Jika kita menghitung, berapa nilai uang yang masuk dari pengelolaan wisata dari retribusi jasa parkir saja di Pantai Wane, seandainya ada 200 motor saat buka kunjungan di panatai wane, yang datang dengan nilai parkir 500, maka ada 1 juta yang dapat di dapat dari parkir, jika hari libur di Pantai Wane biasanya lebih rame, ada 700 sampai 1000 motor yang datang sudah berapa uang yang di dapat, bisa sampai lebih kurang 5 jutaan hanya dari jasa parkir, belum lagi yang lain, seperti retribusi jasa kebersihan dari penjual lapak yang ada.


Saat memasuki area parkir, seharusnya perlu ada karcis parkir yang dapat menjadi identitas kontrol seberapa besar nilai parkir yang dapat di terima dan kedepan diperuntukan untuk apa saja. Sebagai lokasi wisata, perlu ada sentuhan tangan sebagai bentuk pengelolaan. Misalnya perlu menyiapkan payung teduh yang dapat disewakan oleh pengunjung. Tenaga kontrol kemana jika terjadi kecelakaan di Pantai dan sekitarnya. Pada akhirnya pengelolaan pariwisata sangat tergantung bagaimana organisasi pengelolanya bekerja bagi kebaikan dan kemajuan semuanya. Dengan demikian pemberdayaan menjadi kata kunci bagi pengelolaan yang dapat memberikan ruang yang besar bagi kesejahteraan masyarakat lokal. Wisata pantai Wane hemat penulis jika ingin maju dan berkembang lebih baik, maka perlu dilakukan pemberdayaan dengan melibatkan, masyarakat, pemerintah, perguruan tinggi dan dunia usaha dan lainya, atau dngan kata lain dengan pendekatan tripel helix dan pentha helix dapat dilakukan. (Bil-01)